Iklan size In-article
Majelis Hakim yang diketuai M Saptono menyatakan Buni Yani bersalah dan menjatuhkan hukuman penjara 18 bulan untuk kasus video pidato Gubernur Jakarta waktu itu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang dipasang melalui laman Facebook Buni Yani.
Namun, Buni Yani masih hidup bebas, karena vonis itu tidak disetai dengan perintah eksekusi -berbeda dengan vonis terhadap Ahok yang disertai perintah langsung eksekusi.
"Menyatakan terdakwa Buni Yani telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana informasi transaksi elektronik dengan sengaja dan tanpa hak serta melawan hukum, mengubah, menambah serta mengurangi isi dan menghilangkan suatu informasi elektronik yaitu dokumen elektronik milik orang lain," kata Ketua Majelis Hakim, M Saptono saat membacakan amar putusan.
Persidangan berlangsung di ruang sidang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Selasa (14/11/2017), sejak sekitar pukul 09:00 hingga pukul 15:30.
"Terdakwa dalam mengunggah (video itu) mengetahui ada kata pakai yang diucapkan saksi Basuki Tjahaja Purnama, namun terdakwa menghilangkan kata pakai dalam dinding atau wall akun Facebook kemudian mempostingnya," kata M Saptono.
Yang dimaksud adalah kalimat 'dibohongi pakai Al Maidah' yang diucapkan Ahok dalam pidato di Pulau Seribu, yang kemudian diviralkan tanpa kata 'pakai,' sehingga seakan-akan Ahok mengatakan 'dibohongi Al Maidah.
Majelis hakim menyatakan Buni Yani terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang termuat dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Atas perbuatan terdakwa, majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Vonis itu disambut teriakan histeris pengunjung sidang yang merupakan para pendukung Buni Yani. Mereka meneriakkan "hakim dzalim."
Sebelum sidang Buni Yani mengatakan di persidangan bahwa jika dinyatakan bersalah, ia berharap 'yang menuduh dan menjatuhkan putusan' akan dilaknat Allah.
"Saya sudah melakukan sumpah Muhabalah, yang merupakan sumpah tertinggi dalam Islam, bahwa saya tidak pernah memotong video itu," kata Buni Yani, seperti dilaporkan wartawan Bandung, Julia Alazka.
Maka, katanya, "Bila hari ini saya tetap diputuskan bersalah memotong video, biar orang yang menuduh saya dan juga orang yang memutuskan perkara ini .... maka orang-orang tersebut akan dilaknat oleh Allah swt..."
Namun kendati mendapat 'ancaman,' Majelis hakim menyatakan Buni Yani terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hakim menyebut, perbuatan Buni Yani dapat menimbulkan keresahan umat beragama dan terdakwa tidak mengakui bersalah.
Betapa pun, hakim tidak memerintahkan terdakwa ditahan. Majelis hakim juga tidak menjatuhkan sanksi denda.
"Menimbang bahwa selama persidangan terdakwa tidak ditahan dan menurut majelis hakim tidak cukup alasan untuk menahan, maka terdakwa tidak ditahan," kata hakim.
Penasehat hukum Buni Yani berusaha memastikan.
"Karena ribut, jadi saya mau konfirmasi. Saya tidak mendengar perintah apapun soal eksekusi, artinya Pak Buni tidak ditahan, betul?" tanya Koordinator Penasehat Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian.
–– ADVERTISEMENT ––
"Ya, ya," jawab hakim ketua, Saptono.
Penasehat hukum Buni Yani langsung menyatakan banding. Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir.
Dengan demikian Buni Yani tetap hidup bebas karena belum ada kekuatan hukum trhadap hukuman itu.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang meminta hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Hakim memerintahkan pula barang bukti berupa telepon genggam milik terdakwa dirampas untuk dimusnahkan agar terdakwa tidak mengulang lagi perbuatannya.
Tidak jelas apakah dengan begitu Buni Yani tak akan bisa mengakses telepon genggam lagi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyimpulkan bahwa Buni Yani mencomot begitu saja bagian pidato dari durasi dari 1 jam 48 menit 33 detik yang diunggah akun YouTube Pemprov DKI menjadi 30 detik dalam akun Facebooknya.
"Telah terjadi pengurangan durasi dari 1 jam 48 menit 33 detik yang dapat berakibat isi data video rekaman berkurang," papar hakim.
Buni Yani dinyatakan bersalah melanggar Pasal 32 ayat 1 UU ITE tentang "mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik."
Buni Yani juga menambahkan teks di video itu dengan kalimat 'Penistaan terhadap Agama?
Ahok sendiri kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara dalam pengadilan di Jakarta, untuk perkara penistaan agama.
Sebagaimana sidang-sidang terdahulu, kali ini pun sejumlah orang yang merupakan massa dari beberapa kelompok garis keras seperti API Jabar, FPI Jabar dan Bang Japar melangsungkan unjuk rasa di luar gedung pengadilan.
Sejumlah tokoh oposisi yang datang dan mendukung Buni yani, antara lain Amien Rais, Eggi Sudjana, Fahira Idris, dan Neno Warisman.
Amien Rais sempat turut berorasi di mobil mimbar.(*)
Berita ini sebelumnya ditayangkan pada BBC Indonesia berjudul Buni Yani dihukum penjara 1,5 tahun tapi masih bebas
Sumber : Tribunnews.com
Namun, Buni Yani masih hidup bebas, karena vonis itu tidak disetai dengan perintah eksekusi -berbeda dengan vonis terhadap Ahok yang disertai perintah langsung eksekusi.
"Menyatakan terdakwa Buni Yani telah terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana informasi transaksi elektronik dengan sengaja dan tanpa hak serta melawan hukum, mengubah, menambah serta mengurangi isi dan menghilangkan suatu informasi elektronik yaitu dokumen elektronik milik orang lain," kata Ketua Majelis Hakim, M Saptono saat membacakan amar putusan.
Persidangan berlangsung di ruang sidang Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Bandung, Selasa (14/11/2017), sejak sekitar pukul 09:00 hingga pukul 15:30.
"Terdakwa dalam mengunggah (video itu) mengetahui ada kata pakai yang diucapkan saksi Basuki Tjahaja Purnama, namun terdakwa menghilangkan kata pakai dalam dinding atau wall akun Facebook kemudian mempostingnya," kata M Saptono.
Yang dimaksud adalah kalimat 'dibohongi pakai Al Maidah' yang diucapkan Ahok dalam pidato di Pulau Seribu, yang kemudian diviralkan tanpa kata 'pakai,' sehingga seakan-akan Ahok mengatakan 'dibohongi Al Maidah.
Majelis hakim menyatakan Buni Yani terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang termuat dalam Pasal 32 ayat 1 UU ITE.
Atas perbuatan terdakwa, majelis hakim menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan penjara.
Vonis itu disambut teriakan histeris pengunjung sidang yang merupakan para pendukung Buni Yani. Mereka meneriakkan "hakim dzalim."
Sebelum sidang Buni Yani mengatakan di persidangan bahwa jika dinyatakan bersalah, ia berharap 'yang menuduh dan menjatuhkan putusan' akan dilaknat Allah.
"Saya sudah melakukan sumpah Muhabalah, yang merupakan sumpah tertinggi dalam Islam, bahwa saya tidak pernah memotong video itu," kata Buni Yani, seperti dilaporkan wartawan Bandung, Julia Alazka.
Maka, katanya, "Bila hari ini saya tetap diputuskan bersalah memotong video, biar orang yang menuduh saya dan juga orang yang memutuskan perkara ini .... maka orang-orang tersebut akan dilaknat oleh Allah swt..."
Namun kendati mendapat 'ancaman,' Majelis hakim menyatakan Buni Yani terbukti bersalah melakukan tindak pidana terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Hakim menyebut, perbuatan Buni Yani dapat menimbulkan keresahan umat beragama dan terdakwa tidak mengakui bersalah.
Betapa pun, hakim tidak memerintahkan terdakwa ditahan. Majelis hakim juga tidak menjatuhkan sanksi denda.
"Menimbang bahwa selama persidangan terdakwa tidak ditahan dan menurut majelis hakim tidak cukup alasan untuk menahan, maka terdakwa tidak ditahan," kata hakim.
Penasehat hukum Buni Yani berusaha memastikan.
"Karena ribut, jadi saya mau konfirmasi. Saya tidak mendengar perintah apapun soal eksekusi, artinya Pak Buni tidak ditahan, betul?" tanya Koordinator Penasehat Hukum Buni Yani, Aldwin Rahadian.
–– ADVERTISEMENT ––
"Ya, ya," jawab hakim ketua, Saptono.
Penasehat hukum Buni Yani langsung menyatakan banding. Sementara, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir.
Dengan demikian Buni Yani tetap hidup bebas karena belum ada kekuatan hukum trhadap hukuman itu.
Vonis hakim ini lebih rendah dari tuntutan JPU yang meminta hakim menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
Hakim memerintahkan pula barang bukti berupa telepon genggam milik terdakwa dirampas untuk dimusnahkan agar terdakwa tidak mengulang lagi perbuatannya.
Tidak jelas apakah dengan begitu Buni Yani tak akan bisa mengakses telepon genggam lagi.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyimpulkan bahwa Buni Yani mencomot begitu saja bagian pidato dari durasi dari 1 jam 48 menit 33 detik yang diunggah akun YouTube Pemprov DKI menjadi 30 detik dalam akun Facebooknya.
"Telah terjadi pengurangan durasi dari 1 jam 48 menit 33 detik yang dapat berakibat isi data video rekaman berkurang," papar hakim.
Buni Yani dinyatakan bersalah melanggar Pasal 32 ayat 1 UU ITE tentang "mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik."
Buni Yani juga menambahkan teks di video itu dengan kalimat 'Penistaan terhadap Agama?
Ahok sendiri kemudian dijatuhi hukuman dua tahun penjara dalam pengadilan di Jakarta, untuk perkara penistaan agama.
Sebagaimana sidang-sidang terdahulu, kali ini pun sejumlah orang yang merupakan massa dari beberapa kelompok garis keras seperti API Jabar, FPI Jabar dan Bang Japar melangsungkan unjuk rasa di luar gedung pengadilan.
Sejumlah tokoh oposisi yang datang dan mendukung Buni yani, antara lain Amien Rais, Eggi Sudjana, Fahira Idris, dan Neno Warisman.
Amien Rais sempat turut berorasi di mobil mimbar.(*)
Berita ini sebelumnya ditayangkan pada BBC Indonesia berjudul Buni Yani dihukum penjara 1,5 tahun tapi masih bebas
Sumber : Tribunnews.com
Loading...